ANALISA KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN SECARA LISAN SAAT TERJADI WANPRESTASI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 16/pdt.G/2011/PN.BJN)
Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya
Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya
Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Surabaya
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian diartikan sebagai perbuatan yang di lakukan
dua orang atau lebih untuk mengikat satu sama lain. Untuk membuat suatu perjanjian harus ada dua
pihak sebagai subjek hukum yang masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam
suatu hal tertentu. Perjanjian menimbulkan perikatan yang mengandung kesanggupan yang di
ucapkan maupun di tulis. Perjanjian dapat juga di artikan, hubungan hukum antara subjek hukum
yang satu dengan subjek hukum yang lain. Sedangkan perjanjian yang dibuat secara lisan tidak diatur
secara sepesifik di dalam KUHPerdata maupun dalam peraturan perundang-undangan lainya. Maka
peraturan tentang perjanjian lisan mengikuti peraturan perjanjian pada umumnya dalam KUHPerdata.
Oleh sebab itu terdapat permasalahan dalam penulisan ini yaitu, bagaimana kekuatan hukum dalam
perjanjian lisan dan bagaimana analisis Putusan Pengadilan Nomor 16/Pdt.g/2011/PN.Bjn.. Penulisan
ini menggunakan metode normatif maka, di harapkan kepada pihak yang membuat perjanjian di
lakukan secara tertulis. Perjanjian lisan tetaplah sah dan memiliki kekuatan hukum untuk menyatakan
seseorang itu melakukan wanprestasi dan memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320
KUHPerdata, namun apabila perjanjikan lisan tersebut disangkal/tidak diakui oleh pihak Tergugat
maka pihak tergugat diduga melakukan wanprestasi. Perjanjian lisan tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum untuk menyatakan seseorang melakukan wanprestasi karena perjanjian tersebut bisa
benar adanya dan bisa juga tidak, tergantung dari pembuktian para pihak, saksi-saksi serta bukti
Kata Kunci: perjanjian perjanjian lisan kekuatan hukum