DEKONTRUKSI BUDAYA HUKUM DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
Universitas Bhayangkara
bagai tuntutan baru di dalam masyarakat. Salah satunya, keinginan untuk mereformasi segenap produk dan pelaksanaan hukum yang selama ini dianggap selalu berpihak kepada penguasa. Dalam perjalanannya, tuntutan tersebut mulai terakomodasikan. Setidaknya, munculnya pemerintahan baru, yang dianggap memiliki legitimasi yang kuat memberikan secercah harapan bahwa supremasi hukum akan ditegakkan dan berkuasa di negeri ini. Tuntutan dan harapan tersebut dipandang tidak berlebihan. Selain memegang legitimasi, pemerintahan baru ini pun dibekali panduan, sebagai arah penentuan kebijakan di bidang hukum. Panduan yang dituangkan dalam sepuluh butir arah kebijakan hukum ini terangkum menjadi satu bersama arah kebijakan bidang lainnya dalam suatu rumusan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan demikian, sepanjang lima tahun jalannya pemerintahan, masyarakat tinggal memantau segenap keberhasilan dari kinerja pemerintah baru ini.1