jurnal hukum universitas bhayangkara surabaya
Budaya carok sebagai upaya penyelesaian sengketa di Madura yang menggunakan kekerasan memiliki arti yang berbeda bagi masyarakat umum dan masyarakat Madura. Bagi masyarakat Madura, carok merupakan pemulihan harga diri yang berhubungan dengan harta, tahta, dan wanita. Sedangkan, bagi masyarakat umum, tindakan ini tidak bisa dibenarkan karena merupakan tindakan main hakim sendiri dan bertentangan dengan hukum pidana yang berlaku. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui nilai-nilai budaya carok dan sejauh mana hukum pidana Indonesia dapat mengakomodir nilai-nilai budaya carok tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris dngan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum negara mendominasi semua penyelesaian perkara carok berdasarkan prosedur dan proses yang bersifat baku dan formal, sedangkan kontruksi penyelesaian perkara carok didasarkan pada lima hal, yaitu: menghidupkan kembali nilai-nilai musyawarah, harus melibatkan kiai, eksistensi bejing tengka sebagai partner kiai dalam upaya penyelesaian perkara carok, pemberian uang untuk tahlilan dan kelangsungan hidup keluarga korban, serta eksistensi hukum negara yang menjustifikasi penyelesaian perkara carok yang dilakukan oleh kiai dan Bejing Tengka.
Kata Kunci: Budaya Carok, Hukum Pidana, Penyelesaian Sengketa