jurnal hukum universitas bhayangkara surabaya
Justice Collaborator merupakan salah seorang pelaku yang bisa diajak bekerjasama yakni sesorang yang memiliki sifat baik sehingga bisa berstatus saksi, pelapor maupun informan sehingga dari keterangannya bisa memberikan bantuan seperti memberikan informasi penting, adanya bukti yang kuat maupun keterngan informasi tersebut diberikan kepada penegak hukum untuk digunakan dalam mengungkap suatu tindak pidana yang terjadi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimanakah Pengaturan Pemberian Justice Collaborator di Indonesia dan juga untuk Bagaimanakah Pertimbangan Hakim Dalam penjatuhan pidana bagi Justice Collaborator pada putusan Nomor 798/Pid. B/2022/PN. Jkt. Sel. Metode penelitian tersebut menggunakan yuridis normatif dimana adanya suatu aturan mengenai penjatuhan hukuman pidana yang diberikan kepada justice collaborator jika mengacu kepada hukum pidana positif di Indonesia berdasar kepada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 dan juga SEMA Nomor 4 Tahun 2011 dan juga Peraturan Bersama keringanan penjatuhan hukuman pidana bagi justice collaborator mengacu kepada rekomendasi yang dikeluarkan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ). Hasil Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 798/Pid.B/PN.Jkt. Sel. pada hal yang meringankan hukuman terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sehuingga hukuman pidana yang diberikan lebih ringan dibandingkan terdakwa yang lain dalam kasus Pembunuhan Bersama sama terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau yang biasa dikenal dengan Brigadir J yaitu; Terdakwa adalah sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator), Terdakwa bersikap sopan dipersidangan, Terdakwa belum pernah dihukum, Terdakwa masih muda diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya dikemudian hari.
Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penjatuhan Pidana, Justice collaborator